Pasrah, Semua Kehendak-Nya

ROTUA Johannes tak pernah membayangkan bahwa pagi itu akan menjadi hari terakhirnya dengan anak-anak. Sejak awal, dia tak pernah memikirkan apapun. Ketika hujan semakin deras, di benaknya hanya satu, berusaha berjaga dan waspada bila sewaktu-waktu tanah longsor datang menerjang. Tapi, ketika musibah itu akhirnya datang, dia tak bisa berbuat banyak.

Rumah berpagar besi warna hijau itu terlihat ramai sekali. Beberapa kursi disusun di depan rumah. Ada banyak tamu yang datang. Sebentar masuk rumah, lalu keluar lagi. Di ruang depan rumah tersebut, orangtua Gerald dan Neil Hutagalung tampak duduk bersila bersandar dinding semen. Semua tamu yang datang pasti mendatangi mereka berdua. Memeluk dan memberikan semangat.

Istri Rotua, Nurhabiba Simamora tampak paling terpukul. Ketika kejadian, dia sedang berada di tempatnya mengajar di SMP 12. Wanita itu adalah guru di sekolah itu. Dia mendengar kabar dari keluarganya dan langsung histeris pulang ke rumah.

Setiap ada keluarganya yang datang dan menghampiri dia, Nurhabiba kembali histeris. Tangisnya langsung pecah. Sulit menerima musibah itu. Pasangan itu baru memiliki dua anak, ya, Gerald dan Neil itu. Jadi, wajar, bila kehilangannya benar-benar membuat Nurhabiba beberapa kali pingsan.

Rotua menuturkan, semua yang terjadi sudah diatur oleh-Nya. Dia sudah berusaha sekuat tenaga menolong kedua anaknya. Tapi, Tuhan berkehendak lain. Dua putranya tewas di depan matanya sendiri.

“Itu semua kehendak-Nya. Saya sudah berusaha. Tapi, apa mau dikata. Setidanya, saya sudah berusaha sekuat tenaga,” tuturnya.

Ketika menolong anaknya, Rotua menuturkan, dia sempat tersengat listrik. Hal itu sempat membuat dia lemas. Apalagi, saat itu dia sedang terendam pasir sedalam satu meter. Ujung kakinya sampai ke dada terendam.

“Saya sempat lemas. Tak bisa berbuat apa-apa. Waktu disengat listrik, saya sudah pasrah,” katanya.

Dituturkannya, beberapa saat setelah longsor datang. Orang sudah banyak berkumpul di sekitar rumahnya. Saat Rotua berhasil mengeluarkan diri dari rendaman tanah longsor yang menimbunnya sampai ke dada, orang-orang berteriak agar dia segera keluar dari rumah.

“Saya bingung, Mas. Banyak yang teriak supaya saya segera keluar. Mereka teriak-teriak, awas listrik, awas listrik. Tapi saya tetap berjalan mencari anak saya,” ungkapnya.

Rotua mengaku, dirinya sama sekali tak mendengar ada suara lonceng yang dibunyikan. Ketika longsor terjadi, hujan memang sangat deras. Dia dan dua anaknya tak sedikitpun beranjak dari dalam rumah.

“Tak ada suara lonceng, kami di dalam rumah saja,” tuturnya, setelah berusaha mengingat sejenak.

Saat Post Metro ke Karang Rejo, tempat jenazah Gerald dan Neil Hutagalung akan disemayamkan, orang sudah banyak berkumpul. Mereka ada keluarga dan kerabat Rotua Hutagalung. Dari beberapa pelayat yang datang, tampak Kabag Humas Dortje Marpaung. Mengenakan baju panitia PON XVII Kaltim berwarna merah, Dortje tak banyak omong. Dia hanya menganggukkan kepala, ketika diberi salam.

Jenazah dua bocah nahas itu datang sekitar pukul 16.00 Wita. Kehebohan langsung terjadi. Ibu kandung Gerald dan Neil sontak menangis histeris. Gerald dan Neil dibaringkan di satu kasur yang sama bersprei kuning.

Meski sudah dimandikan, tetapi bekas lebam dan biru di sekujur wajah dua bocah itu tak bisa dihilangkan. Wajah Gerald dan Neil biru di sana-sini. Mulai dari pipi kiri, pelipis, dagu dan semua bagian keningnya membiru. (qra)

Diposting oleh ikram (qra) Label:

0 komentar:

Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger templates