Saturday, February 21, 2009 di Saturday, February 21, 2009 | 0 komentar  

Puskib Balikpapan Riwayatmu Dulu

Rencana Sejak 1970, Terwujud setelah RSUD Pindah

Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim menggusur semua penghuni Pusat Kegiatan Islamiyah atau Puskib Balikpapan dan membangun mall di sana sepertinya akan mendapatkan perlawanan keras. Hampir semua warga yang kini menghuni Puskib meminta agar Pemprov mengurungkan niatnya tersebut. Mereka ingin ada tempat pengganti yang jelas sebelum Pemprov menggusur mereka.

Ikram Al Qodrie

SEBENARNYA, keinginan untuk membangun supermall di atas lahan Puskib memang sepenuhnya hak Pemprov. Puskib sendiri dulunya merupakan bangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tingkat I (belum bernama Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo). Rumah sakit tersebut milik Pemprov Kaltim. Pada tahun 1995 sampai 1996 silam, Pemprov Kaltim membangun rumah sakit yang baru di daerah Ringroad. Lalu, pada tahun 1997 rumah sakit pun dipindahkan ke Ringroad. Pada saat rumah sakit sudah berada di Ringroad, namanya lantas diganti menjadi RSKD Balikpapan pada April 1997.

Salah satu penggagas berdirinya Puskib adalah Bambang Sutopo. Kini, pria tersebut merupakan pengasuh panti asuhan Amanat Umat. Panti itu menampung 29 anak-anak terlantar. Duabelas orang perempuan, sisanya pria. Mereka tergabung di dua bangunan terpisah. Yang pria menghuni bangunan permanen tanpa sekat. Sedangkan pondokan untuk putrid di bangunan semi permanen dengan sekat yang berfungsi sebagai kamar.

Bambang Sutopo menjelaskan, rencana membuat pusat kegiatan Islam di Balikpapan sebenarnya sudah ada sejak tahun 70-an. Tetapi, para penggagasnya terbentur dana dan lokasi. Saat itu, dana amat minim. Lokasi yang cocok pun tidak ada. Karena semua hambatan itu, akhirnya keinginan untuk menyatukan kegiatan ibadah Islam di satu lokasi ditahan.

Sampailah kemudian saatnya perpindahan RSUD Balikpapan dari lokasi yang lama ke gedung baru di Ringroad. Waktu itu, ada organisasi ICMI akronim dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orsat Balikpapan. Organisasi itulah yang getol meminta agar di Balikpapan dibangun pusat kegiatan Islam. Selang beberapa lama setelah rumah sakit pindah, para pengurus ICMI langsung sowan ke Gubernur Kaltim. Kala itu masih dijabat oleh H.M. Ardans. Kepada Ardans, para pengurus ICMI minta agar mereka diizinkan menggunakan gedung rumah sakit yang lama. Gedung itu, oleh ICMI akan digunakan sebagai pusat kegiatan Islam.

Ardans mengizinkan. Lantas, dibuatlah berita acara peminjaman gedung dari Pemprov Kaltim ke ICMI. Berdasarkan berita acara yang ditandatangani oleh Gubernur Ardans itu, akhirnya ICMI mulai menggunakan bangunan eks rumah sakit tersebut.

Satu bulan lebih menempati bangunan tersebut, ICMI mulai kebingungan. Sebab, biaya listrik dan air yang harus mereka bayar lumayan tinggi. Uang operasional yang mereka miliki tak cukup membiayai. Belum lagi biaya perawatan gedung yang lumayan mahal.

Karena kesulitan untuk membiayai perawatan gedung, listrik serta air itulah, akhirnya pengelola gedung mulai mencari penyewa gedung dari kalangan pebisnis. Akhirnya, di Puskib ada beberapa penyewa seperti travel dan usaha jasa lainnya. Menurut Bambang, penyewa seperti itu untuk menopang kebutuhan gedung. Kalau mengharapkan dari yayasan dan ormas serta OKP, tak mungkin menalangi tiga kebutuhan dasar tersebut.

“Kami memang tidak ada izin secara tertulis untuk memasukkan penyewa bisnis ke Puskib. Tapi, kalau mau dipersoalkan, kenapa sekarang dipermasalahkan setelah (almarhum) Pak Rasyid Umar meninggal,” tutur dia. “Waktu Pak Rasyid masih hidup, kok nggak pernah disinggung sama sekali kalau kami mau digusur,” tambahnya. (**)

Diposting oleh ikram (qra) Label:
Fenomena ”Dukun Cilik” Ponari sampai ke Balikpapan (2/habis) Dapat Air Dua Gelas, Niat Sembuh Datang dari Allah Suyono pergi ke Jawa untuk berburu air “dukun cilik” Ponari bukan tanpa perhitungan. Dia punya banyak keluarga di Jombang. Rumah kerabatnya di kecamatan Ngorok, kabupaten Jombang hanya berjarak 25 kilometer dari dusun Ponari di Kedungsari, kecamatan Megaluh. SETELAH mendapat kabar tak mengenakkan dari dokter tentang hasil laboratoriumnya, Pak De terlihat tak seperti biasanya. Dia tak banyak omong di rumahnya. Perilaku tak biasa itu kemungkinan besar disebabkan saran dokter bahwa pria paruh baya itu harus melakukan operasi untuk mengobati ginjalnya. Suatu malam, setelah beberapa hari tak mengenakkan di rumah kayunya, Pak De tersentak dari duduknya saat sedang menonton berita di televisi. Seorang dukun cilik kebanjiran order. Tak tanggung-tanggung, puluhan ribu pasien datang ke rumah dukun cilik itu untuk meminta air mujarab dari batu petir milik bocah bernama Ponari itu. Hari pertama melihat berita tersebut, Pak De masih belum bergairah. Tapi, pikirannya mulai sedikit berubah setelah dia menyaksikan bahwa berita dukun cilik itu terus-menerus ditayangkan di televisi. Pak De sedikit terusik. Dia pun mulai menimbang untung-ruginya pergi ke Jombang atau mengikuti saran dokter, melakukan operasi. Setelah berdiskusi dengan beberapa orang tetangganya, terutama istrinya, Suyono akhirnya memutuskan pergi ke Jombang. Selain hasil diskudi dengan tetangga dan istrinya, ada hal lain yang membuat pria itu merasa yakin dengan kemampuan batu petir berbentuk kapak milik Ponari. Di dalam kepercayaan Jawa, memang ada semacam cerita tentang batu petir yang berkhasiat. Pak De lantas ingat dengan seorang kawannya yang disebut-sebut punya batu petir serupa, tapi tak seheboh Ponari. Akhirnya, setelah memantapkan hati dan menjebol uang tabungan, Pak De mem-booking tiket pesawat ke Surabaya. Tak mau terjadi sesuatu, Pak De sekaligus membeli tiket pulang pergi. Berangkat Minggu (8/2), rencananya Pak De akan pulang pada Sabtu (14/2), enam hari kemudian. Pak De menceritakan, dia sampai di Jombang malam hari. Dia tak ingin buru-buru, pergi mendatangi dukun cilik pembuat heboh itu. Yang pertama kali dilakukannya saat tiba di Jombang adalah mengumpulkan keluarganya. Mencari channel yang bisa menghubungkannya ke orang dekat Ponari. Tujuannya satu, bisa mendapatkan air “bertuah” Ponari tanpa harus mengantri berlama-lama. Link didapatkan. Setelah mengumpulkan hampir semua keluarga, akhirnya diketahui ada salah satu kerabat jauhnya yang jika dipilah-pilah masih ada hubungan keluarga dengan Ponari. Tak jelas benar bagaimana bentuk hubungan keluarganya, tetapi kerabat Suyono itu berjanji memberikan air celupan batu petir Ponari, sebelum tiket pulangnya ke Balikpapan hangus. Pak De baru berangkat ke rumah Ponari Senin (9/2) malam. Dia sengaja datang malam hari ke rumah dukun cilik itu, karena menyangka tempat itu akan sepi pasien. Tapi dia kecele. Malam hari di dusun Ponari seperti siang hari saja. Orang berlalu-lalang di pinggir jalan, tak pasti apa keperluannya. “Saya ke sana, persis hari nahas yang ada pasien meninggal itu. Tapi, pasien yang mati saat antre itu kan terjadi siang hari, saya ke sananya malam,” kata Suyono. Suyono rupanya masih belum puas jika hanya berharap pada kerabat jauhnya yang “katanya” punya hubungan keluarga dengan Ponari. Dia pun meminta keluarganya untuk mempertemukan dia dengan petugas TNI yang biasa menggendong Ponari saat sedang “bekerja” mencelupkan batu petir ke air pasien yang sedang antri. Permintaan Pak De bersambut. Dia diperkenalkan dengan seorang anggota TNI. Kepada anggota TNI itu, Pak De juga menitipkan agar diberi air celupan batu Ponari. Anggota TNI itu menyanggupi. Pak De tentu saja tak sekadar meminta tolong, dia memberikan sedikit uang “lelah” kepada anggota TNI tersebut. “Ndak usah saya sebutkan berapa nilainya, ya. Yang penting orangnya mau, gitu saja,” ucapnya. Suyono mengaku, dia sempat ingin antri dengan calon pasien-pasien yang lain. Tapi, para kerabatnya melarang dengan keras. Mereka trauma dengan kejadian tewasnya calon pasien dukun cilik itu. Suyono ingat benar, Kamis tanggal 12 kerabatnya yang dimintakan tolong mencarikan air bertuah Ponari datang ke rumahnya dengan tergopoh-gopoh. Dia datang sambil membawa air, sedikit keruh, di dalam gelas minuman dalam kemasan. “Ini air celupan batu petir Ponari,” kata Pak De, menirukan ucapan keluarganya tersebut. Jantung Suyono berdebar-debar. Dia antara percaya dengan tidak bahwa yang di tangannya itu adalah air mujarab yang khasiatnya membuat 4 orang tewas karena tergencet saat mengantri. Beberapa saat kemudian, datang kabar lagi dari anggota TNI yang sebelumnya juga dititipkan mengambil air sakti Ponari. Anggota TNI itu juga mendapatkan satu gelas air rendaman batu petir. Oleh Suyono, dua gelas air itu dia satukan dengan air di dalam botol Aqua isi 1 liter. Dicampur dengan air tawar biasa biar bertambah banyak. Lalu, sedikit demi sedikit air itu ditenggaknya. Air di dalam botol minuman kemasan isi 1 liter itu dia habiskan dalam dua hari. “Dalam perjalanan Jombang-Surabaya, air itu saya habiskan,” kata Pak De. Pak De mengisahkan, dia merasa sesuatu yang berbeda setelah menenggak habis air rendaman batu Ponari. Sakit di pinggangnya hilang. Pertama kali menenggak air, dia bangun pagi dengan tubuh segar. Bahkan, saat pulang kembali ke Balikpapan, Pak De seperti merasa tak ada masalah apapun dengan pinggangnya. Malam dia tidur dengan tenang. Bangun paginya pun badan terasa segar. “Saya ndak tau, apa ini sugesti atau apa. Tapi yang jelas, waktu minum air Ponari saya meminta kesembuhan dari Allah. Saya yakin bahwa semuanya datang dari Allah. Air Ponari, saya anggap sebagai perantara saja. Sama seperti dokter yang mengobati penyakit orang,” katanya, mantap. Kini, masih antara percaya dengan tidak, Pak De merasa bahwa penyumbatan pada ginjalnya telah sembuh. Dia tak menganggap kesembuhan itu karena meminum air milik Ponari. Dia hanya meyakini, bahwa Ponari hanyalah seorang anak yang ketitipan kemampuan untuk mengobati. Segala sesuatunya tetap kembali kepada Tuhan. (**)
Diposting oleh ikram (qra) Label:
Fenomena ”Dukun Cilik” Ponari Nyasar sampai ke Balikpapan (1) Diagnosa Dokter Bikin Shock, Penyakit Bujang Mampir Lagi Fenomena ”dukun cilik” Ponari merembet sampai ke Balikpapan. Seorang warga Balikpapan nekat menyambangi kediaman dukun cilik bertuah yang membekal batu petir itu di Jombang. Tujuannya satu, menghilangkan keluhan sakit di pinggang akibat penyumbatan pada salah satu ginjalnya. Bagaimana kisahnya berebut air dengan puluhan ribu pasien Ponari yang lain. Post Metro berusaha menceritakannya secara bersambung. Ikram Al Qodrie WARUNG makan nasi goreng di pinggir jalan Km 6 Soekarno Hatta, Senin malam lalu sepi pengunjung. Maklum, hari memang sudah larut sekali. Lewat tengah malam. Jalan besar di depan warung itu juga terlihat sepi. Kendaraan yang hilir mudik hanya satu-dua saja. Rumah makan nasi goreng itu bernama ’Sergap’. Terletak di depan pintu gerbang perumahan Bangun Reksa. Persis di seberang jalan rumah itu ada pondokan kecil beratap seng. Sering digunakan sebagai tempat mangkal para tukang ojek. Di dalam warung, seorang pria paruh baya dengan istrinya terlihat mengobrol santai. Ada satu orang lagi, wanita usia belasan sedang sibuk mengiris daging ayam goreng. Irisan daging ayam itu digunakan sebagai lauk tambahan, selain telur dadar, nasi goreng di warung tersebut. Pria yang sedang mengobrol dengan istrinya itu bernama Suyono. Dia pemilik rumah makan tersebut. Oleh tetangga dan warga lain di sekitar tempatnya berjualan, Suyono biasa dipanggil Pakde. Sambil bercerita dengan istrinya, tangan Suyono sesekali menyuapkan sendok berisi nasi dan lauk ke dalam mulutnya. Piring berisi nasi di hadapannya sudah hampir habis, tapi Suyono masih terus menyendok nasi dan meraup kuahnya kemudian melahapnya. Warung itu, selain tempat usaha Pakde, juga merupakan tempat tinggalnya. Di dalamnya ada dua kamar dan sebuah ruang untuk menonton televisi. ”Saya baru pulang berobat, Mas. Selera makan jadi bertambah,” kata Suyono, sembari melirik ke istrinya yang berdiri di sebelahnya. Istri Suyono bernama Musrifah. Usianya terpaut 8 tahun dengan Pakde. Jika sekarang usia Pakde 55 tahun, maka Musrifah delapan tahun di bawahnya. Wanita itu sudah 30 tahun lebih menemani Pakde. Pakde menceritakan, sekitar dua minggu yang lalu, saat bangun dari tidur – dia lupa kapan persisnya – tak seperti biasanya, punggungnya sebelah kiri terasa nyeri sekali. Rasa sakitnya sulit untuk dilukiskan. Tak bisa bangun, hanya molat dan molet di atas tempat tidur. Padahal, malam sebelumnya itu dia berjualan dini hari di warungnya. ”Saya pikir cuma karena kecapean saja,” kata Suyono. ”Tapi sakitnya, kok makin lama makin terasa betul,” tambahhnya lagi. Tak mau mengambil resiko, Pakde akhirnya berangkat ke klinik untuk memeriksakan sakitnya. Yang ditujunya adalah laboratorium Khatulistiwa di Gunung Sari. Tak menunggu lama, hasil pemeriksaan penyakitnya keluar. Pada Kamis malam tanggal 5 Februari, Suyono pergi ke dokter langganannya untuk meminta diagnosa. Oleh dokter langgananya yang bernama Deddy Kurniawan itu, Pakde diberitahu bahwa penyakitnya merupakan kambuhan dari sakitnya yang lama. ”Ada penyumbatan di ginjal saya sebelah kiri,” ucap Pakde, tanpa ekspresi. Hasil diagnosa dari dokter Deddy itu membuat Suyono seperti orang linglung. Dia tak menyangka, penyakit yang dulu pernah menyerangnya saat masih bujang itu, datang kembali. Kabar itu seperti menghantam telak di dadanya. Pakde menjadi tak semangat menjalani rutinitas. Temuan dari situs ensiklopedi Wikipedia menyebutkan, penyumbatan pada ginjal juga disebut dengan batu ginjal. Batu ginjal sendiri adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan juga bisa terjadi di ginjal. Penyumbatan itu bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis). ”Saya bingung. Waktu itu dokter nyarankan operasi,” imbuhnya. ”Tahu berapa nilai operasi, Mas. Dokter bilang ke saya, harga operasi 10 juta ke atas,” tambahnya, sembari menunjukkan 10 jari tangganya. Nah, tiga hari setelah kabar menyesakkan dada dari dokter itu, Pakde seperti menemukan semangat baru. Berita yang dia dengar dan lihat dari televisi memberikannya jalan lain mengobati penyakitnya selain operasi. Perlahan, semangatnya mulai muncul. Berita apa yang dilihatnya di televisi dan membuatnya bersemangat kembali? (**)
Diposting oleh ikram (qra)
Friday, January 23, 2009 di Friday, January 23, 2009 | 0 komentar  
Aktivitas Anyar Warga Keturunan Balikpapan Terjun ke Politik, Ingin Berbuat untuk Kota REFORMASI mengubah segalanya. Sekarang, hampir tak ada lagi batas sosial. Semua berjalan beriringan. Kaum minoritas kini tak perlu lagi merasa gundah. Pemerintah membuka pintu selebar-lebarnya bagi mereka. Politik pun tak lagi menjadi milik warga pribumi. Ikram Al Qodrie Telah dua bulan lebih ini rutinitas Oey Tiong Hoey alias Wiranata Oey alias Awie Ayam berubah drastis. Kesibukannya meningkat pesat. Dari yang semula hanya mengurus satu toko spare part dan apotik milik adik kandungnya, kini lelaki tersebut harus blusukan ke tiga kota Balikpapan, Penajam dan Paser. Ya, Awie mencoba peruntungan sebagai wakil rakyat. Dia menjadi salah satu kontestan dan memperebutkan salah satu kursi di DPRD Kaltim. Daerah pemilihannya adalah tiga kota tersebut. Partainya memberikan nomor urut tujuh. Awie menuturkan, dia merupakan simpatisan PDIP sejak masih berusia 19 tahun. Rasa kecintaannya itu membuahkan dia pada kedudukan tertinggi di salah satu sayap organisasi PDIP yakni Repdem (Relawan Pejuang Demokrasi). Dia menjadi Ketua DPD Repdem Kaltim. Awie merupakan contoh warga keturunan yang kini terjun ke politik. Dari hanya menjadi simpatisan biasa, Awie mengaku dirinya mulai terjun ke PDIP sejak empat tahun silam. Waktu itu, Repdem pertama kali dibentuk di Kaltim. Dia langsung mengikuti organisasi tersebut dan kemudian diangkat menjadi ketua. ”Teman-teman di Repdem-lah yang mendorong saya menjadi caleg,” katanya, ketika di temui di kliniknya di salah satu ruko Balikpapan Permai. Apa sebenarnya yang mendorong pria tersebut untuk menjadi caleg? Wiranata terdiam sebentar mendengar pertanyaan ini. Setelah itu dia menjawab lugas. ”Saya ingin kalau terpilih nanti, sebagai warga keturunan saya bisa berbuat sesuatu untuk kota ini,” katanya, dengan mimik serius. Awie menuturkan, visi dia tak muluk-muluk jika nantinya terpilih. Dia bahkan tak ingin banyak berkoar dengan mengeluarkan seribu janji. Yang pasti, dia meminta kepada para pemilih supaya bisa memilih dengan mengandalkan hati nurani. Jangan tertipu dengan bualan politikus. ”Pilihlah mereka yang mau bekerja keras untuk rakyat,” tegasnya. Jika Awie bertarung di tingkat provinsi, politikus yang satu ini berusaha ’berbicara’ di tingkat kota. Dia merupakan kader Partai Golkar sejak 9 tahun silam. Di Balikpapan, namanya tak asing lagi, HM. Johny Ng. Di Balikpapan, Johny sukses menjadi pengusaha. Kesuksesannya itu mengantarkan dia sebagai salah satu wakil ketua di DPD Kamar Dagang dan Indsutri (Kadin) Balikpapan. Sejak beberapa bulan lalu, pria tersebut juga sibuk dengan urusan yang bejubel. Dia mencoba berkarir di bidang politik. Johny menjadi caleg dari Partai Golkar. Daerah pemilihannya di wilayah Balikpapan Selatan dengan nomor urut tujuh. Ikut menjadi caleg, Johny murni mengandalkan pengalamannya sebagai pengurus Kadin. Pria yang menjadi mualaf sejak tahun 2003 itu menuturkan, sebagai pengurus di Kadin, sedikit banyak dia mengerti apa saja yang menjadi permasalahan di kota ini. Banjir, listrik dan air menjadi prioritas jika dia terpilih sebagai anggota legislatif. ”Tiga masalah tersebut ’kan masih berakar di kota ini. Banjir sering terjadi. Listrik kita byar pet. Air juga sering ngadat,” tuturnya. Bendahara DPD Golkar Balikpapan itu menuturkan, kota ini maju pesat beberapa tahun terakhir. Kemajuan kota, kata dia, harus diimbangi dengan kesejahteraan masyarakat. Dia melihat, masih cukup banyak warga Balikpapan yang tak bisa menikmati fasilitas. Kenapa? Karena minimnya pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah. Seharusnya, pemerintah dan legislatif bersinergi dan saling menuntun membangun kota. ”Saya mengidamkan keakraban antara anggota legislatif dan para eksekutif,” pungkasnya.
Diposting oleh ikram (qra) Label:
Ketika Safety Riding Mati Suri Tak Ada Dana, Vakum Tertindih Kegiatan Lain PROGRAM safety riding garapan Satlantas Polresta Balikpapan telah berjalan hampir lima tahun lebih. Ketika digaungkan pada 2004 lalu, animo masyarakat terhadap program tersebut lumayan besar. Namun seiring waktu, gaung program itu kini kurang terdengar. Dahulu, sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara. Polantas menggandeng banyak pihak untuk memperkenalkan program tersebut. Salah satu yang paling getol didekati adalah komunitas motor berbagai jenis. Polisi mendekati mereka dengan menggelar berbagai even. Nantinya, di tengah acara, perkenalan tentang program-program safety riding dilakukan oleh panitia yang sebagian besar anggota komunitas motor. Kasatlantas Polresta Balikpapan AKP Ariasandy menuturkan, selama beberapa bulan ini kegiatan keselamatan berkendara itu memang tensinya agak sedikit kurang. Penyebabnya, banyak kegiatan lain yang juga mendesak untuk digelar. Jadi, untuk sementara, safety riding vakum. Tetapi, dalam waktu dekat ini akan segera disosialisasikan lagi ke masyarakat. ”Segera mungkin kami akan turun ke lapangan,” kata dia.8 Safety riding merupakan program polisi untuk mengurangi angka kecelakaan. Khusus untuk pengendara roda dua, poin programnya adalah menyalakan menggunakan helm standar dan menyalakan lampu di siang hari. Belakangan, karena sosialisasinya yang kendor, pengendara motor di Balikpapan semakin banyak yang lupa menyalakan lampu. Sanksi untuk menyalakan lampu pada siang hari memang tidak ada. Program tersebut hanya imbauan saja. Mereka yang tidak menyalakan lampu tak akan bisa dijerat dengan pasal apapun. ”Memang tidak ada dasar hukumnya. Sifatnya hanya imbauan,” ujar Ariasandy. Sewaktu program safety riding masih giat dilakukan, hampir setiap hari ada kegiatan di depan Mapolresta Balikpapan. Semua kendaraan yang lewat persis di depan markas polisi itu diarahkan masuk ke halamam. Lalu, polisi meminta pengendara sepeda motor untuk menyalakan lampu satu per satu. Tak ada sanksi, polisi hanya memberikan isyarat menggunakan tangan, agar pengendara menyalakan lampunya. Jalur pengendara motor hanya dipindah, lewat di depan halaman mapolresta. Sebenarnya, apa fungsi menyalakan lampu siang hari. Ariasandy menuturkan, kegunaan utamanya adalah sebagai tanda peringatan. Agar mobil yang melaju dari arah depan bisa dengan jelas mengetahui ada motor melalui kilauan lampunya. ”Banyak kecelakaan terjadi di jalur Balikpapan – Samarinda karena pengendara mobil tak tahu ada motor di depannya. Itu bisa diminimalisasi dengan menyalakan lampu di siang hari,” ungkap Ariasandy. Ariasandy menuturkan, safety riding murni kegiatan dari satlantas. Ketika dia masuk menjadi kasatlantas, kegiatan itu sudah berjalan. Dia mendapat warisan untuk menjalankannya. Bukan perkara mudah menggerakkan kegiatan tersebut. Dana untuk menjalankannya tidak ada alias nol. Dia, katanya, harus mencari banyak relasi untuk bisa bergerak. ”Nggak ada dananya. Harus cari sponsor kalau mau ngadakan kegiatan,” kata dia. Safety riding jika diindonesiakan akan menjadi keamanan berkendara. Surabaya yang menjadi pencetus safety riding, kegiatan ini booming-sebooming-bomingnya. Di setiap sisi jalan kiri dan kanan, hampir selalu ada tulisan berisi imbauan bermacam-macam bentuk. Misalnya, gunakan jalur kiri, jalur kanan hanya untuk mendahului, arek Surabaya taat markah, jangan membuat malu kota dengan berjalan zig zag, dan bermacam imbauan yang berisi ajakan tertib berlalu lintas. (qra)
Diposting oleh ikram (qra) Label:
Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger templates