Ketika Mudik Menjadi Momok

Lima Nyawa Hilang, Jalan Rusak Jadi Penyebab

PELAKSANAAN pengamanan Lebaran tahun ini benar-benar ujian berat bagi Satlantas Polresta Balikpapan. Bayangkan saja, dalam tiga hari, lima nyawa melayang di jalan. Semuanya melibatkan pengendara roda dua sebagai korban. Dua kejadian yang menghilangkan empat nyawa terjadi di Jl Mulawarman, Manggar. Satunya lagi terjadi di jalan poros Samarinda-Balikpapan, Soekarno Hatta.

Tiga peristiwa maut yang berturut-turut itu terjadi hanya dua hari berselang apel gelar pasukan yang dilakukan Polda Kaltim pada Selasa (23/9) lalu. Kecelakaan maut beruntun itu seolah menjadi gong pembuka dimulainya pekerjaan berat tahunan.

Pengamanan Lebaran sebenarnya bukanlah pekerjaan yang terlalu sulit bagi polisi. Itu merupakan pekerjaan tahunan bagi polisi. Tetapi, kali ini benar-benar terasa beda. Empat nyawa menjadi pembuka operasi pengamanan Lebaran yang akan digelar selama dua pekan.

Kita tak bisa memberikan tanggung jawab kecelakaan yang terjadi kepada polisi. Tak ada yang mau kecelakaan terjadi. Tetapi, lima nyawa yang hilang itu bisa menjadi gambaran betapa pembunuh terbesar itu merupakan jalan raya.

Sebenarnya, apa penyebab tiga kecelakaan beruntun di Manggar dan jalan poros Soekarno Hatta. Ada beberapa penyebab yang bisa disebutkan, kondisi jalan yang buruk dan human error (kesalahan manusia, Red.). Tetapi, meski polisi belum menyimpulkan, dari kenyataan yang terjadi, penyebab kecelakaan bisa dibilang karena kondisi jalan yang buruk. Berikut beberapa alasannya.

Kondisi jalan di Balikpapan sungguh-sungguh tak nyaman untuk dilewati. Bukannya ingin mendramatisir, tetapi hampir sebagian besar jalan di kota ini dipenuhi lobak-lobak dan undakan yang amat mengganggu kenyamanan.

Kecelakaan yang terjadi di dekat Jembatan Manggar Baru yang menewaskan dua nyawa yakni Antonius dan Marchel terjadi karena jalan rusak sebelum jembatan. Menurut polisi, truk berjalan pelan karena ada undakan sedikit sebelum jembatan. Jalan berundak itulah yang rusak dan berlobang-lobang.

Berjalan dari arah Lamaru, ketika naik ke jembatan, truk meluncur dengan pelan di jalurnya menggunakan gigi porsneling dua. Kondisi jalan saat itu sedikit macet. Maklum, di kiri-kanan jembatan merupakan pasar Ramadan. Motor yang ditumpangi Marchel dan Antonius datang dari arah depan dengan kecepatan sedang.

Menurut pengemudi truk, Ngadiyono, motor di depannya menyalip motor lain dan angkot hingga keluar dari jalurnya. Tabrakan tak terhindarkan karena truk dan motor sudah amat dekat. Polisi sebenarnya tak mengiyakan bahwa penyebab kecelakaan merupakan jalan rusak, tetapi kenyataannya menyebutkan begitu. Truk pun bukannya tak ingin menghindar. Sudah dicoba untuk mengerem, tapi karena ada muatan di bak belakang, kekuatan rem tak bisa banyak menolong.

Masih di tempat yang sama, pada kecelakaan yang terjadi Jumat (26/9), penyebabnya juga hampir bisa dibilang karena jalanan rusak plus human error. Dalilnya, truk datang dari arah Sepinggan dan sampai di dekat Jembatan Manggar. Menurut beberapa orang saksi, truk datang dengan kecepatan cukup tinggi. Belum bisa diketahui, karena sopirnya masih buron.

Saat truk hendak memasuki jembatan, saat itu justru kondisi jalan sedang macet. Kondisi jalan jembatan yang rusak ditambah lagi ramainya pasar di dekat jembatan membuat kendaraan seperti merayap. Tabrakan tak bisa dihindari karena truk tak mengurangi kecepatan saat mendekati lokasi macet. Tiga mobil dan dua motor dihajarnya sekaligus. Dua orang yang tewas merupakan dua orang yang berbeda dari motor yang juga berbeda.

Sementara, kecelakaan yang terjadi di Jl Soekarno Hatta Km 11, lebih karena human error. Pengendara motor lupa menaikkan standar motornya. Sehingga, saat dia jalan dan hendak menikung ke kiri, membal kembali ke kanan karena standarnya masih terpasang.

Apapun itu, semuanya hanyalah dugaan semata. Tetapi, perlu diambil sikap serius. Empat jiwa yang melayang di satu tempat sekaligus, pastilah terjadi karena suatu sebab. Untuk mereka yang terkait, silahkan mencari sebabnya, sebelum timbul korban yang lain lagi. (qra)

Diposting oleh ikram (qra) Label:

Menengok dari Dekat Posko Penampungan Korban Kebakaran

Malas Mengenang, Pasrah dan Belajar Bercanda

TIADA duka yang tak mau pergi. Pasti ada ujung untuk semua kesedihan. Gambaran itulah yang tersirat ketika menengok ke posko pengungsian korban kebakaran Jl Gajah Mada. Di sela bersantap sahur, terdengar tawa dan canda dari mulut para korban kebakaran tersebut. Entah, apakah guyonan itu sekadar trik menghilangkan kedukaan atau memang bayangan kesedihan telah memupus dan pudar seiring waktu.

Ruangan dalam sebuah ruko itu tak terlalu luas. Bentuknya memanjang ke dalam. Lebarnya mungkin hanya empat meteran. Tapi, panjangnya lebih dari tujuh meter. Tak ada satu perabotan apapun di dalamnya. Yang ada hanya terpal besar berwarna hijau muda. Di atas terpal berhamparan belasan orang korban kebakaran. Mereka tak tidur. Tepatnya, tak bisa tidur. Mata mungkin terpejam, tapi pikiran mengenang peristiwa tak mengenakkan Senin (15/9) silam. Peristiwa yang membuat mereka berada di ruko yang disulap menjadi posko penampungan tersebut.

Di sudut ruangan, dekat pintu geser, seorang lelaki nampak sibuk memilah-milah pakaian. Sembari duduk bersila, dia mematut-matut beberapa celana dan baju. Yang kira-kira tak cocok dengannya dimasukkan ke dalam kardus. Kardus itu berfungsi sebagai lemari pakaian. Di depannya, ada seorang bocah, usianya sekitar 14 tahun. Berdua mereka mencari baju yang pas dan cocok dikenakan. Meski bekas, tetapi pakaian itu masih layak pakai.

Di tengah ruangan, beberapa ibu-ibu juga melakukan hal yang sama. Duduk bersila sembari memilih pakaian bekas bantuan warga. Sesekali, sambil memilih pakaian, canda terlontar dari mulut mereka. Meski terkesan seperti memperolok diri sendiri, tapi cukuplah untuk melumerkan suasana yang terkesan kaku.

Budi, nama pria itu menuturkan, baju itu dia dapatkan dari seorang temannya. Ada banyak temannya yang memberikan dia bantuan berupa baju. Tapi, hanya beberapa baju yang pas. Untungnya, postur anaknya sedikit lebih tinggi dan besar. Jadi, baju yang tak cocok buat dia, diberikan kepada anaknya.

Di dekat posisi Budi memilah pakaian, ada seorang pria lagi. Usianya sekira 68 tahunan. Badannya tegap. Rambutnya yang sudah jarang disisir rapi ke belakang. Kakek itu bernama Muhammad. Di Balikpapan, Muhammad tinggal bersama istrinya, Dharmani (64). Keduanya merupakan perantauan asal Surabaya. Mereka tiba di Balikpapan sejak 1974.

Rumah Muhammad di RT 10 No 02. Rumahnya lah yang menjadi tempat asal muasal api berkobar. Api, berasal dari lantai 2 rumahnya. Lantai dua rumahnya disewa oleh seorang wanita bernama Ruhami dengan seorang anaknya. Ruhami itulah yang menurut polisi menjadi penyebab kebakaran. Kegiatannya memasak kentang pada Senin (15/9) lalu sekitar pukul 15.15 Wita, menjadi petaka. Api kompornya naik ke atas dan membakar rumah tersebut.

“Dia penyewa baru, saya sudah sering ingatkan supaya jangan memasak di dalam kamar. Sudah saya buatkan tempat memasak khusus di lantai bawah dekat toilet, tapi dia ndak mau dan tetap memasak di atas,” kata Muhammad.

Muhammad sendiri bukanlah pemilik rumah itu. Dia hanyalah orang kepercayaan dari Udin. Dia diberi wewenang untuk tinggal dan menjaga rumah tersebut. Oleh Muhammad, lantai dua rumah itu lalu disewakan. “Sudahlah, saya agak malas mengingat itu. Semua telah terjadi, dan ini adalah musibah yang mesti dihadapi,” imbuhnya.

Tentang penyelidikan kebakaran, Muhammad menyerahkan sepenuhnya kepada polisi. Meski menjadi penyebab hilangnya rumah tinggalnya, namun Muhammad mengaku tak dendam dengan Ruhami. Sampai sekarang dia belum pernah ketemu dengan wanita itu. Kalaupun ketemu, Muhammad mengaku akan biasa-biasa saja. Toh, wanita itu juga menjadi korban.

Malam itu merupakan malam kedua korban kebakaran berada di posko penampungan. Sahur yang kedua pula. Tak banyak korban kebakaran yang ada di posko. Sebagian memilih tinggal di tempat keluarganya. Sementara, di posko depan tempekong Guang De Miao, tak nampak satu orang pun yang tinggal. Tenda yang dibangun kosong melompong. Semuanya berpindah ke ruko di Jl Gajah Mada.

Di depan posko, ada meja kayu yang lumayan besar. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 03.30 Wita, tetapi nasi bungkus yang disediakan masih tersisa banyak. Ada satu plastik besar berisi nasi bungkus yang belum terjamah. Padahal, lauknya cukup mengundang selera. Ada ayam goreng, sayur kangkung dan sambal. Banyaknya nasi disediakan berdasarkan jumlah korban, tapi ternyata banyak warga yang mengungsi ke rumah keluarganya. (qra)

m

Diposting oleh ikram (qra) Label:
Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger templates