Sunday, December 21, 2008 di Sunday, December 21, 2008 |  
Teman-teman seperjuangan di Kerajaan Post Metro, apa yang ditulis ini hanya sekadar pengalaman saja. Tak ada maksud apapun. Hanya sharing apa yang saya dapat di sini. Semoga bermanfaat untuk kemajuan Pos Metro. RENCANA tiga bulan di Jawa Pos (JP) mungkin tak kesampaian. Kabar beredar cepat di antara teman-teman magang, bahwa tak sampai tiga bulan, para ‘kelinci percobaan’ (bahasa Pak Syafril dan Cak HQ) akan ditarik kembali ke kampung masing-masing. Jujur saja, saya menyambut gembira kabar tersebut. Alasan utama, tentulah kangen dengan suasana kantor sendiri yang pastinya lebih indah ketimbang kantor manapun. Alasan lainnya, transportasi di Surabaya begitu sulitnya. Lebih tepatnya, kesulitan mengingat begitu banyaknya jalan, sehingga harus tersesat puluhan kali untuk ke satu tempat. Harap dimaklumi. Dua minggu di redaksi JP, ada pergantian suasana yang begitu berbeda. Mungkin karena ini koran yang menyakralkan deadline, sehingga kesibukan di kantor berjalan terus-menerus dari pagi sampai siang ketemu sore dan tembus malam hari. Pagi hari, kesibukan dimulai oleh para redaktur. Mereka (para redaktur) rapat pagi menjelang siang. Hasil rapat diteruskan ke para wartawan yang langsung terjun ke lapangan. Di JP, wartawan memang tidak rapat pagi. Menurut Cak HQ, tidak rapatnya para wartawan itu mengingat kondisi lalu lintas di Surabaya yang padat. Bila rapat pagi dipaksakan, wartawan baru bisa berada di lapangan siang hari. Itu amat tidak efektif. Jadi, diputuskan hanya redaktur yang melakukan rapat. Saya menggambarkan itu bukan sebagai keinginan untuk menghapuskan rapat pagi di Post Metro, loh. Karena, kondisi lalu lintas di Balikpapan belum seperti Surabaya. Jadi, alasan macet tak kuat untuk menghapus rapat, hehehehe… Sebenarnya, yang ingin saya bagi di sini adalah suasana rapat perencanaan para wartawan dan redaktur Metropolis (Kota). Dua kali saya mengikuti rapat pagi mereka, dua kali juga saya terkesima. Metropolis menggelar rapat setiap Jumat malam (sudah pernah ada di laporan pertama) setelah pengerjaan halaman selesai dilakukan. Semua wartawan dan redaktur wajib hadir. Yang izin, harus sepengetahuan kepala desk (kompartemen) Metropolis. Di JP, kepala kompartemen Metropolis adalah Doan alias Dos. Orangnya masih muda dan ramah. Dia yang memimpin rapat perencanaan mingguan. Para redaktur (banyak juga yang lebih tua dari Dos) berkumpul di sisi kiri Dos. Sementara, para wartawan mengelilingi Dos dari ujung kanan sampai ke sebelah depannya. Setelah membuka rapat, Dos melemparkan beberapa tema halaman yang harus direncanakan. Biasanya, untuk persiapan dua minggu ke depan. Mulai dari halaman minggu, sosok, berita boks (feature) atau tema-tema menarik lainnya. Dos melemparkan rapat ke audiens. Dia meminta usul dari para wartawannya tema apa yang kira-kira menarik untuk dijadikan berita di rubrik mingguan. Usul pun mengalir. Tak semua diterima. Nah, memilah-milah mana yang musti diterima dan tidak adalah tugas dari redaktur yang duduk di sisi kiri Dos. Tugas Dos memutuskan. Semua pembahasan dilakukan di dalam rapat. Diskusi pun terjadi. Wartawan bersikukuh usulnya bagus. Sedangkan redaktur berusaha membedah, kenapa usul itu layak menjadi berita. Wartawan pun memberikan alasannya. Kadang sampai seribu alasan, hehe… Sesekali, guyonan segar mengalir. Tapi, tetap diiringi dengan diskusi. Saling olok, kata mereka, itu biasa saja. Kalau rapat sudah melenceng, tugas Dos adalah mengembalikan ke tema. Dia merupakan pengendali rapat. Audienslah yang menjadi pelakunya. Ide-ide keluar dari masing-masing wartawan. Misal; mereka yang mangkal di kantor polisi memberikan usul, layanan SIM di mal layak menjadi edisi cover story JP untuk hari Senin. Lalu, wartawan bidang kesehatan memberikan usul berbeda, ada pasien kanker di rumah sakit. Cocok menjadi boks edisi Jumat, Sabtu dan Minggu. Semua usul diblejeti satu per satu di forum rapat. Mulai dari angle sampai dengan foto. Lantas, siapa yang bertugas menulis beritanya. Ya, si pemberi ide. Kalau berita yang akan dia tulis terbit pada edisi Minggu depan, maka dia diberi waktu empat hari untuk membuat tulisan. Selama empat hari itu, dia dibebaskan dari berita harian. Tetapi, kalau ada info kejadian, tetap harus koordinasi dengan teman yang lain. Post Metro (maaf kalau bahasa saya nantinya terkesan menggurui) punya beberapa halaman khusus mingguan (sebenarnya sudah pernah disinggung juga di laporan pertama). Dua yang menurut saya bisa menjadi andalan adalah Reportase dan Investigasi. Reportase membahas isu kota sedangkan investigasi membahas segala kejadian (kriminal) yang pernah terjadi di Balikpapan. Laporan reportase dan investigasi ditulis dengan bahasa bertutur yang renyah. Permasalahannya, dua halaman itu kerap tidak disertai perencanaan yang matang. (Maaf) saya lama bergumul dengan investigasi. Yah, sebenarnya halaman investigasi keberatan namanya. Sebab, dia hanyalah pengulangan mengulas peristiwa yang pernah terjadi dalam kurun satu minggu. Bukan hasil investigasi yang memakan waktu dan biaya. Yang membedakan, investigasi ditulis dengan bahasa bertutur. Sehingga, lebih menjadi sebuah catatan yang ditambahi harapan dan keinginan di akhir berita. Kalau saja dua halaman itu direncanakan dengan penggarapan yang matang, kemungkinan besar mereka akan menjadi ikon Post Metro ke depannya. Tapi syaratnya, harus ada seseorang yang menggarapnya dengan serius. Tentunya dengan dukungan dari tenaga wartawan lainnya. Perencanaan bisa dilakukan pada rapat Sabtu. Tetapi, yang direncanakan edisi minggu depan, bukan edisi besok. Yang kita lakukan beberapa tahun terakhir adalah, membahas halaman untuk edisi besok. Yah, jadinya memang hanya pengulangan berita di sana-sini. Jawa Pos memang unggul pada berita-berita mereka yang ada di halaman Metropolis. Sebenarnya, siapa yang paling berperan dalam keunggulan tersebut. Jawabnya, bisa redaktur, bisa juga wartawan dan mungkin bisa lay outer-nya (tanya ke Iwan, soalnya lay out Metropolis koncone Iwan). Pengamatan saya, wartawan di Jawa Pos mengalir begitu saja di lapangan. Tetapi, di belakang mereka ‘kan ada redaktur. Malam hari, terkadang ada diskusi kecil antara redaktur dengan wartawannya. Diskusi itu untuk bahan berita yang akan dikejar besok. “Angle dipertajam oleh redaktur,” kata Dos. Para wartawan di JP (khusus Metropolis) kumpul di kantor sekitar pukul 16.00. Pada jam tersebut, kesibukan redaksi sudah hampir full. Desk Metropolis terisi penuh oleh wartawan dan redaktur. Batas waktu masunya berita pukul 19.00, setelah itu ada sanksi. Nah, menariknya, karena ini koran deadline ada sanksi khusus untuk wartawan yang terlambar menyetor berita. Hapus libur bila tiga kali terlambat! Ternyata, tak ada rapat tetap ada sanksi hapus libur. Korban paling banyak dari reporter Metropolis, sebab mereka hanya punya waktu tiga jam untuk mengetik berita. “Karena waktu mepet, kadang ada wartawan yang ngetik di warnet, kemudian mengirimnya lewat email redaktur. Itu sah saja, tapi dia tetap harus ke kantor,” ujar Dos lagi. Sekian dan terima kasih. Malam ini ada kelas lagi, insyaAllah akan saya laporkan keesokan harinya. Semoga semuanya bermanfaat. Thanks untuk semua yang membaca. (ikram)
Diposting oleh ikram (qra) Label:

0 komentar:

Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger templates